China terus memperkuat dominasinya sebagai mitra strategis ekonomi di Asia Tenggara, tak hanya melalui perdagangan, tetapi juga lewat investasi besar-besaran di sektor infrastruktur, teknologi, dan manufaktur. Dengan nilai perdagangan mencapai $975 miliar pada 2023, China menjadi mitra dagang terbesar ASEAN, membawa manfaat timbal balik yang signifikan bagi kedua belah pihak.
Melalui Belt and Road Initiative (BRI), China telah menggelontorkan dana lebih dari $180 miliar untuk proyek infrastruktur besar di ASEAN, seperti East Coast Rail Link di Malaysia dan kereta cepat Jakarta-Bandung di Indonesia. Proyek-proyek ini tak hanya meningkatkan konektivitas regional tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi, menguntungkan sektor-sektor seperti logistik dan konstruksi.
Tak hanya di infrastruktur, investasi China di sektor teknologi, seperti $30 miliar di Vietnam, membantu negara itu menjadi eksportir elektronik utama. Di Indonesia, ketergantungan China terhadap batu bara dan minyak sawit berkontribusi pada peningkatan 1,5% PDB nasional pada 2024.
Namun, kemitraan ini tak lepas dari tantangan. Asia Tenggara mulai mendiversifikasi pasar ekspornya, menjalin kemitraan dengan Eropa dan Amerika Utara untuk mengurangi ketergantungan pada China. Meski demikian, proyeksi menunjukkan bahwa hubungan ekonomi antara China dan ASEAN akan terus berkembang, didukung oleh Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Broker internasional Octa, yang telah diakui sebagai broker terpercaya di Asia, menggarisbawahi pentingnya dinamika ini bagi investor yang ingin memanfaatkan peluang dari transformasi ekonomi di kawasan ini. Sebagai pemain besar dalam layanan trading global, Octa juga menunjukkan komitmen sosialnya melalui proyek kemanusiaan yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Kemitraan China dan Asia Tenggara kini menjadi penggerak utama ekonomi regional, menciptakan peluang besar sembari mendorong negara-negara kawasan untuk menyeimbangkan hubungan dengan kekuatan ekonomi global lainnya.